WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA — Terlahir sebagai tuna daksa bukanlah keinginan Ahmad Zulfikar (29).
Walau menyandang disabilitas tapi tak menyurutkan niatnya mencari pekerjaan, karena dia harus menafkahi sang istri dan satu anaknya di rumah.
Bekerja sebagai barista di Difabis Coffee and Tea di area taman Kantor Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan, sempat membuat Zulfikar kebingungan.
Hal ini lantaran dia tidak memiliki pengalaman sebagai barista dan belum pernah menggunakan mesin pembuat kopi otomatis.
Untungnya saat bekerja, Zulfikar tak sendirian tapi bersama rekannya, Denis penyandang tuna rungu.
Saat bekerja, keduanya saling melengkapi.
Ketika ada pembeli yang datang, Zulfikar berkomunikasi menerima pesanan. Begitu juga sebaliknya, ketika ada pekerjaan fisik yang cukup berat seperti mengangkat barang maka Denis yang menanganinya.
Baca juga: Ketegasan Pemimpin Jalankan Regulasi, Ganjar Sebut Bisa Berikan Kesetaraan untuk Difabel
“Teman saya tuna rungu, tidak bisa bicara tapi bisa mendengarnya sedikit. Kalau pembeli tidak mengerti omongan beliau, kami yang membantu,” kata Zulfikar saat ditemui di lokasi pada Kamis (7/3/2024) lalu.
Selain membuat kopi dan teh serta cokelat panas, mereka juga bekerja sebagai pramusaji. Pembeli dapat memilih hidangan dari papan menu yang ada di meja barista.
Bagi pembeli yang ingin berkomunikasi dengan bahasa isyarat, mereka bisa memperagakan gambar melalui standing banner yang ada di sana.
Sebanyak 10 persen hasil penjualan dari kafe ini, seutuhnya untuk program pengembangan difabel.
Zulfikar bercerita awal mula bisa bekerja di kafe milik Baznas (Bazis) Provinsi DKI Jakarta itu.
Tawaran itu datang secara tidak sengaja ketika dia sedang mengikuti kegiatan Pemuda Karang Taruna di Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan sekitar enam bulan lalu.
Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan Munjirin yang mendapat kabar, lalu memanggil Zulfikar untuk menawarkan pekerjaan.